Senin, 30 Oktober 2017

hadis ekonomi bab MANAJEMEN

A.    Pengertian Manajemen
Manajemen secara terminologis, diantaranya berasal dari berbagai istilah. Manajemen berasal dari bahasa Latin manus yang berarti tangan, dalam bahasa Italiamaneggiare berarti mengendalikan, dalam bahasa Prancis managementberarti seni melaksanakan dan mengatur, sedangkan dalam bahasa Inggris manajemen berasal dari katato manage yang berarti mengatur. Jadi, manajemen merupakan suatu proses untuk mewujudkan keinginan yang hendak dicapai atau yang diinginkan oleh sebuah organisasi, baik organisasi bisnis, organisasi sosial, organisasi pemerintahan, dsb.[1]
Dalam hal ini, pengertian manajemen harus dapat menjawab rumusan 5W1H (what, when, who, why, where dan how). Apa yang diatur? Kapan diatur? Siapa yang mengatur? Mengapa harus diatur? Dimana harus diatur? Dan bagaimana mengaturnya? Keenam pertanyaan tersebut harus dijawab dalam merumuskan teori manajemen.[2]
Islam sebagai agama yang ajarannya bersifat menyeluruh dan universal juga telah mengatur adanya konsep manajemen dalam setiap kehidupan manusia. Sebagaimana diterangkan dalam hadis berikut:
Nasa’i
أَخْبَرّىا مُحَمَّدٌ بْنُ رَافِعِ قَالَحَدَّثَنَا عَبدُالرَّزَّاقِ قَالَ أَنبَأَنَا مَعمَرٌ عَن أَبُّوبَ عَن أَبِي قِلَابَةَ عَن أَبِي الأَشعَثِ عَن شَدَّادِبنِ أَوسٍ قَالَ سَمِعتُ مِن النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ ائنَتَينَ فَقَالَ أِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ كَتَبَ الأحسَانَ عَلَى كُلِّ شَئٍ فَأِذَا قَتَلتُم فَأَحسِنُوا القِتلَةُ وَإِذَا ذَبَحتُم فَأَحسِنُوا الذَّبحَ وليُحِدَّ أَحَدُكُم شَفرَتُهُ ثُمَّ لِيُرحِ ذَبيحَتَهُ
Nabi SAW bersabda:“Sesungguhnya Allah mewajibkan perbuatan yang dilakukan dengan baik dalam segala hal, jika kamu membunuh bintanag maka lakukanlah dengan cara yang baik, jika kamu mau menyembelih maka sembelihlah dengan cara yang baik, pertajamlah alat potongnya, kemudian istirahatkanlah binatangnya.”[3]
Kata ihsan bermakna melakukan sesuatu dengan baik, secara maksimal dan optimal. Dalam hadis diatas telah dicontohkan pada penyembelihan binatang, harus dilakukan dengan cara yang baik disertai menyembut nama Allah. Tanpa menyebut-Nya maka penyembelihan dianggap tidak sah. Hal ini menunjukan bahwa dalam segala sesuatu tidak boleh gegabah dan melakukan sekehendak hati tetapi harus penuh dengan etika.[4]
Berdasarkan hadis tersebut dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah melakukan sesuatu agar lebih baik. Perbuatan yang baik dilandasi dengan niat atau rencana yang baik, tata cara pelaksanaan sesuai syari’at dan dilakukan dengan penuh kesungguhan dan tidak asal-asalan sehingga tidak bermanfaat seperti hadist berikut,[5]
Turmudzi:
حَدَّثَنَا أَحمَدُبنُ نَصرِ النَّيسَابُورِيُّ وَغيرُ وَاحِدٍ قَالُوا حَدَّثَنَا أَبُو مُسهِرِ عَن إِسمَعِيلَ ينِ عَبد اللَّهِ ينِ سَمَاعَةَ عَن الأَوزَاعِيِّ عَن قُرَّةَ عَن الزُّهرِيِّ عَن أَبِي سَلَمَةَ عَن أَبِي هُرَيرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّ اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ مِن حُسنِ إِسلَامِ المَرءِ تَركُهُ مَا لاَ يَعنِيهِ قَالَ هَذَا حَدِيثً غَرِيبً لاَ نَعرِيدفُهُ مِن حَدِيثِ أَبِي سَلَمَةَ عَن أَبِي هُرَيرَةَ عَن النَّبِيُ صَلَّى اللَّهَ عَلَيهِ وَسلَّمَ إِلاَ مِن هَذَا الوَجهِ

Rasulullah SAW bersabda: “Di antara baiknya, indahnya keislaman seseorang adalah meninggalkan perbuatan yang tidak bermanfaat.”[6]
Perbuatan yang tidak ada manfaatnya adalah sama dengan perbuatan yang tidak pernah direncanakan. Jika perbuatan itu tidak direncanakan, maka tidak termasuk dalam kategori baik. Adapun langkah-langkah menerapkan manajemen syari’ah yang berkualitas adalah bekerja dengan sungguh-sungguh, dilakukan secara terus menerus, tidak asal-asalan, dilakukan secara bersama-sama, dan mau belajar dari keberhasilan dan kegagalan dari diri dan orang lain.[7]

A.      Fungsi Manajemen
1.    Planing dan actualing
Bukhori:
حَدَّثَنَا أَبُو مَعمَرٍ حَدَّثَنَا جَعدُ بنُ دينَارٍ أَبُو عُثمَانَ حَدَّثَنَا أَبُو رَجَاءٍ العُطَارِدِيُّ عَن ابنِ عَبَّسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنهُمَا عَن النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ فِيمَا يَروِي عَن رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ قَالَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ فَمَن هُمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعمَلهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِندَهُ حَسَنَةً كَامِلةً فَإِن هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِندَهُ عَشرِ حَسَنَاتِ إِلَى سَبعِ مِائَةَ ضِعفٍ إِلَى أَضعَافٍ كَثِيرِةٍ وَمَن هُمَّ بِسَيَّئَةِ فَلَم يَعمَلهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِندَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً فَإِن هُوَ هُمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً
Nabi SAW bersabda: “Allah menulis kebaikan dan kejelekan yang dilakukan hambanya, barang siapa yang berencana melakukan kebaikan tetapi tidak melaksanakan, maka tetap ditulis sebagai satu amal baik yan gsempurna baginya oleh Allah, tetapi barang siapa yang berencana melakukan kebaikan dan betul-betul dilaksanakan maka oleh Allah ditulis 10 kebaikan dan 700 lipat/cabang sampai cabang yang banyak, sebaliknya barang siapa yang berencana melakukan kejelekan tetapi tidak dilaksanakan maka ia dianggap melakukan kebaikan yang sempurna, jika ia berencana melakukan kejelekan dan melaksanakannya maka ditulis sebagai satu kejelekan.”[8]
Hadits tersebut mengindikasikan bahwa seorang muslim harus mempunyai rencana/planing dalam segala hal yang baik, apalagi dalam sebuah organisasi atau perusahaan, bahkan dalam hadits tersebut digambarkan dengan hitungan matematis, yaitu 1 kebaikan ditulis 10 kebaikan. Hal ini dapat diartikan, planing yang baik akan menghasilkan laba yang baik, tentu saja tidak cukup hanyaplaning, tanpa diaktualisasikan. Jikaplaning yang dilaksanakan itu jelek maka mengalami kerugian.[9]
Planing adalah kegiatan awal dalam sebuah pekerjaan dalam bentuk memikirkan hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan agar mendapat hasil yang optimal. Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan perencanaan adalah sebagai berikut:
a.       Hasil yang ingin dicapai
b.      Orang yang melakukan
c.       Waktu dan skala prioritas
d.      Dana atau modal
Perencanaan dibuat berdasarkan data yang terperinci dan angka yang konkret, pengetahuan yang lengkap tentang realita di lapangan, lalu memahami prioritas program dan sejauh mana kepentingannya. Al-Qur’an telah menyebutkan sebuah contoh dari perencanaan yang memakai waktu selama lima belas tahun, sebagaimana yang dilakukan Nabi Yusuf as yang meliputi peningkatan produktivitas, penyimpanan, dan pendistribusian bahan makanan dalam menghadapi krisis kelaparan dan kekeringan yang terjadi di Mesir dan sekitarnya.[10]
2.    Organizing/Pengorganisasian
Bukhori:
حَدَّثَنَا عَبدَانُ أَخبَرَنَا عَبدُ اللَّهِ أَخبَرَنَا يُونُسُ عَن الزُّهرِيِّ قَالَ حَدَّثَنِي أَبُو سَلَمَةَ عَن أَبِي سَعِيدِ الخُدرِيِّ عَن النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا استُخلِفَ خَلِيفَةٌ إِلَّا لَهُ بِطَانَتَانِ بِطَانَةٌ تَأ مُرُهُ بِالخَيرِ وَتَحُضُّهُ غَلَيهِ وَبِيطَانَةٌ تَأمُرُهُ بِالشَّرِّ وَتَحُضُّهُ عَلَيهِ وَالمَعصُومُ مَن عَصَمَ اللَّهُ
Nabi SAW bersabda: “Seseorang tidak diutus sebagai khalifah kecuali memiliki 2 niat, yaitu memerintahkan dan mendorong pada kebaikan dan memerintahkan dan mendorong kejelekan. Orang yang menjaga (dari kejelekan) adalah yang dijaga oleh Allah.”
Seorang muslim harus mampu menegakkan fungsi sebagai khalifah dan semangat kerja sama antar manusia. Fungsi khalifah adalah menggalang kebaikan dan mencegah kejelekan. Jika dikaitan dengan pengorganisasian, hadis ini mendorong umatnya untuk melakukan segala sesuatu secara terorganisir dengan rapi seperti perkataan Ali bin Abi Thalib:“Kebenaran atau hak yang terorganisir dengan rapi, bisa dikalahkan oleh kebatilan yang lebih terorganisir dengan rapi”. Dengan demikian, organisasi dalam pandangan Islam bukan semata-mata wadah, melainkan lebih menekan pada bagaimana sebuah pekerjaan dilakukan dengan rapi.[11] Organizing juga berarti mengelompokan dan menetukan berbagai kegiatan penting dan memberikan kekuasaan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan itu.[12]
3.    Controlling/pengawasan
Darimi:
حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيمٍ حَدَّثَنَا سُفيَنُ عَن حَبِيبِ بنِ أَبِي ثَابِتٍ عَن مَيمُونِ بنِ أَبِي شَيِبِ عَن أَبِي ذَرَّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ اتَّقِ اللَّهَ حَيثُمَا كُنتَ وَأَاتبِعُ السَّيِّثَةَ الحَسَنَةَ وَخَالِقُ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنَ
Rasulullah SAW bersabda:“Bertakwalah pada Allah di mana saja berada, gantilah yang jelek dengan yang baik, bergaullah dengan orang lain dengan akhlak yang bagus.”[13]
Hadits tersebut mengajarkan bahwa sesorang harus selalu berbuat terbaik dengan perilaku yang baik pula. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka diperlukan adanya pengawasan baik dari diri sendiri maupun orang. Pengawasan dalam pandangan Islam adalah untuk meluruskan yang tidak lurus, mengoreksi yang salah dan membenarkan yang hak. Oleh sebab itu, al-Qur’an menganjurkan untuk saling menasihati satu sama lain, sebagai upaya mengingatkan jika terjadi kesalahan atau kealpaan sebagai manusia.[14]
Pengawasan (kontrol) terbagi menjadi tidak terbagi menjadi dua hal:
1.      Kontrol yang berasal dari diri sendiri yang bersumber dari tauhid dan keimanan kepada Allah SWT. Seseorang yakin bahwa Allah pasti mengawasi hamba-Nya, maka ia akan bertindak hati-hati.
2.      Sistem pengawasan dari luar diri seperti pengawasan dari pemimpin yang berkaitan langsung dengan tugas yang didelegasikan, kesesuaian antara penyelesaian dan perencanaan tugas, dll.
Tujuan adanya controlling atau pengawasan ini adalah agar proses pekerjaan yang ditemukan menyimpang dapat segera diperbaiki. Pimpinan melakukan pemeriksaan atau mencocokkan rencana kerja dengan pekerjaan yang sedang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.[15]



DAFTAR ISI
Badrudin, Dasar-dasar Manajemen. Bandung: Alfabeta. 2014.
Diana, Ilfi Nur. Hadis-Hadis Ekonomi. UIN Maliki Press. Malang. 2012.
Effendi, Usman. Asas Manajemen. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2014.
Terry, George R. dan Leslie W. Rue.Dasar-dasar Manajemen. Jakarta: PT Bumi Aksara. 1992.
Torang, Syamsir. Organisasi & Manajemen. Bandung: Alfabeta. 2013.

Sumber internet :
https://m.wartaekonomi.co.id/berita152082/satgas-investasi-manajemen-keuangan-keuangan-first -travel-buruk.html. Diakses pada 11 September 2017.
https://m.kumparan.com/wisnu-prasetyo/kronologi-tumbangnya-first-travel.amp. Diakses pada 11 September 2017.


[1] Usman Effendi, Asas Manajemen (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2014), hal.1.
[2] Badrudin, Dasar-dasar Manajemen(Bandung: Alfabeta, 2014), hal. 14.
[3] Matan lain: Muslim 3615, Turmudzi 1329, Abi Daud 2432, Ibnu Majah 3161, Ahmad 16490, Darimi 1888)
[4] Ilfi Nur Diana, Hadis-Hadis Ekonomi (UIN Maliki Press, Malang, 2012), hal. 156.
[5] Ibid.
[6] Matan lain: Ibnu Majah 3966
[7] Ilfi Nur Diana, Hadis-Hadis Ekonomihal.157.
[8] Matan lain: Muslim 187, Ahmad 1897, 3288
[9] Ilfi Nur Diana, Hadis-Hadis Ekonomihal.158.
[10] Ibid., hal. 159.
[11] Ilfi Nur Diana, Hadis-Hadis Ekonomi, hal.160.
[12] George R. Terry dan Leslie W. Rue, Dasar-dasar Manajemen, hal. 9
[13] Matan lain: Turmudzi 1910, Ahmad 20392, 20586.
[14] Ilfi Nur Diana, Hadis-Hadis Ekonomi, hal.162.
[15] Syamsir Torang, Organisasi & Manajemen(Bandung: Alfabeta, 2013), hal. 176.

Hadis ekonomi bab ekonomi islam

Pengertian Ekonomi Islam
Istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani Kuno (Greek) yaitu oicos dan nomos yang berarti rumah dan aturan (mengatur urusan rumah tangga).[1] Ekonomi Islam dalam bahasa Arab diistilahkan dengan al-iqtishad al-islamiAl-iqtishad secara bahasa berartial-qashdu yaitu pertengahan dan berkeadilan. Pengertian pertengahan dan berkeadilan ini banyak ditemukan didalamal-Qur’an. Diantaranya “diantara mereka ada golongan yang pertengahan.” (al-Maidah: 66). Maksudnya, orang yang berlaku jujur, lurus, dan tidak menyimpang dari kebenaran.Iqtishad (ekonomi) didefinisikan dengan pengetahuan tentang aturan yang berkaitan dengan produksi kekayaan, mendistribusikan, dan mengonsumsinya. [2]
Yang dimaksud ekonomi Islam menurutAbdul Mun’in al-Jamal adalah kumpulan dasar-dasar umum tentang ekonomi yang digali dari al-Qur’an al-Karim dan as-Sunnah.Muhammad Abdul Manan berpendapat,Islamic Economic is a sosial sciens with studies the economic problem of a people imbued with the values of islami. Ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam.Hasanuzzaman, mendefinisikan ilmu ekonomi Islam adalah pengetahuan dan aplikasi dari ajaran dan aturan syariah yang mencegah ketidakadilan dalam memperoleh sumber-sumber daya material memenuhi kebutuhan manusia yang memungkinkan untuk melaksanakan kewajiban kepada Allah dan masyarakat.[3]
Khan (1994) mendefinidikan ekonomi Islam sebagai suatu upaya untuk memusatkan perhatian pada studi tentang kesejahteraan manusia yang dicapai dengan mengorganisasikan sumber daya dibumi atas dasar kerjasama dan partisipasi.[4]
Menurut Syauqi al-Fanjari merumuskan pengertian ekonomi Islam dengan rumusan yang sederhana. Ekonomi Islam adalah aktivitas ekonomi yang diatur sesuai dengan dasar-dasar dan prinsip-prinsip ekonomi Islam. Nejatullah ash-Shiddiqimendefinisikan Ekonomi Islam sebagai tanggapan-tanggapan pemikir-pemikir muslim terhadap tantangan ekonomi pada zamannya. Disisi lain Khurshid Ahmad juga mendefinisikan ekonomi Islam sebagai upaya sistematis untuk memahami masalah ekonomi dan perilaku manusia yang berkaitan dengan masalah itu demi perspektif Islam.[5] Jadi, ekonomi islam adalah aturan untuk menyelesaikan permasalahan ekonomi berdasarkan al-Qur’an, hadis, maupun ijma’.
Secara garis besar pembahasan ekonomi mencangkup tiga hal, yaitu ekonomi sebagai usaha hidup dan pencaharian manusia (economical life), ekonomi dalam rencana suatu pemerintahan (political economy), dan ekonomi dalam teori dan pengetahuan (economical science).[6]
A.Karakteristik Ekonomi Islam
Yusuf al-Qaradhawi menyatakan bahwa ekonomi Islam itu adalah ekonomi yang berasaskan ketuhanan, berwawasan kemanusiaan, berakhlak, dan ekonomi pertengahan. Sesungguhnya ekonomi Islam adalah Ekonomi ketuhanan ekonomi kemanusiaan, ekonomi akhlak, dan ekonomi pertengahan. Dari pengertian yang dirumuskan Yusuf al-Qaradhawi ini muncul empat nilai-nilai utama yang terdapat dalam ekonomi islam sehingga menjadi karakteristik ekonomi islam yaitu:
1.Iqtishad Rabbani (Ekonomi ketuhanan)
2.Iqtishad Akhlaqi (Ekonomi Akhlak)
3.Iqtishad Insani (Ekonomi Kerakyatan)
4.Iqtishad Washathi (Ekonomi pertengahan).[7]
B.Hakikat Ekonomi Islam
Hakikat ekonomi Islam itu merupakan penerapan syariat dalam aktivitas ekonomi di tengah masyarakat. Misalnya perilaku konsumsi masyarakat dinaungi oleh ajaran Islam, kebijaksanaan fiskal, dan moneter, yang dikaitkan dengan zakat, sistem kredit, dan investasi yang dihubungkan dengan pelarangan riba.[8]
Ekonomi islam berbeda dengan ekonomi konvensional. Dalam ekonomi islam “kebutuhan(need) terbatas dengan sumber daya yang tidak terbatas, yang tidak terbatas bukan kebutuhan tetapi keinginan (want)”. Sedangkan pengertian ekonomimenurut ekonomi konvensional menyatakan bahwa ekonomi sebagai ilmu yang mempelajari “kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan sumber daya yang terbatas”. Perbedaan dalam pendefinisian ini yang menjadikan perbedaan yang mendasar dari ekonomi islam dengan ekonomi konvensional. Menurut ekonomi islam sumber daya tidak terbatas, Allah menciptakan alam semesta bagi manusia tidak akan habis-habis, karena di alam semesta ada potensi kekayaan yang sepenuhnya belum tergali oleh manusia. Oleh karena itu manusia dituntut untuk menggali kekayaan alam yang tidak ada batasnya . sehingga timbul sikap kreativitas dalam menemukan hal-hal baru guna untuk memenuhi kebutuhan.[9]
Manusia dituntut untuk bekerja keras guna untuk memanfaatkan nikmat Allah karena yakin apa yang diciptakan di alam semesta ini tidak mungkin sia-sia dan habis dipergunakan manusia. Ekonomi islam juga merupakan ilmu yang dihasilkan dari sebuah upaya manusia untuk keluar dari persoalan ekonomi dengan cara yang sistematis, sehingga menumbuhkan keyakinan akan kebenaran al-qur’an dan al-hadits . [10]
Dalam ajaran Islam aktivitas ekonomi tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai dasar yang telah diterapkan dalam al-Qur’an, Hadis Nabi dan sumber-sumber ajaran agama Islam lainnya. Ekonomi Islam sebagaimana dinyatakan oleh Muhammad Nejatullah Siddiqi, merupakan jawaban dari pemikir muslim terhadap tantangan ekonomi pada zamannya yang didasarkan pada al-Qur’an dan sunnah nabi, akal pikiran serta pengalaman.[11]
Asumsi dasar atau norma pokok dalam proses maupun interaksi kegiatan ekonomi adalah syariat islam yang diberlakukan secara menyeluruh (kaffah atau totalitas) baik terhadap individu, keluarga, masyarakat, pengusaha, atau pemerintah dalam memenuhi kebutuhan hidup baik untuk keperluan jasmani maupun rohani. Sedangkan motif ekonomi Islam adalah mencari keberuntungan didunia dan diakhirat oleh manusia selaku khalifah Allah dengan jalan beribadah dalam arti yang luas (‘ibadah ghayr mahdhah).
Hakekat dari ekonomi islam sendiri terlihat dari sumber-sumber ajaran Islam serta maqashid al-syari’ah umumnya yang bertujuan merealisasikan kesejahteraan manusia dengan terealisasinya keberuntungan (falah) dan kehidupan yang baik (hayah thayyibah) dalam bingkai aturan syariah yang menyangkut pemeliharaan keyakinan, jiwa atau kehidupan, akal pikiran, keturunan dan harta kekayaan melalui alokasi dan distribusi sumber-sumber daya, menciptakan keseimbangan makroekonomi dan ekologi, memperkuat solidaritas keluarga dan social serta jaringan masyarakat, dan menciptakan keadilan terutama dalam distribusi.[12]
Sebagaimana dipraktekkan pada masa nabi dan masa-masa berikutnya, umat islam mempunyai konsep ekonomi yang khas jika dibandingkan dengan konsep ekonomi lain baik kapitalisme maupun sosialis. Meskipun Rasullah tidak diutus sebagai ahli ekonomi, tetapi sebagai rasul dalam rangka untuk menjadi rahmat bagi alam semesta, bidang ekonomi juga tersentuh oleh ajaran yang dibawa nabi Muhammad sebagaimana bidang-bidang lainnya: akidah, ibadah, etika, social, kenegaraan, dan hukum. Rasulullah pernah menyatakan:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ
“Aku tinggalkan dua pusaka pada kalian, jika kalian berpegang pada keduanya, niscahya tidak akan tersesat, yaitu kitab Allah (al-Qur’an) dan sunnah Rasulnya."(HR. Al. Hakim an naisaburi)
Dalam al-Quran dan hadis nabi terdapat banyak ajran yang berkaitan dengan bidang ekonomi. Berdasarkan ajaran dalam kedua sumber tersebut, para ulama’ berijtihad menetapkan hukum dan konsep tentang ekonomi sehingga muncullah aturan-aturan berkenaan dengan bidang tersebut, seperti fiqih muamalah dan al istishab fii al islam (ekonomi islam).[13]
D. Hadist tentang Nilai Dasar Ekonomi Islam
Nilai-nilai dasar ekonomi antara lain dijelaskan dalam hadist Nabi yang diriwayatkan Abū Sa’īd al-Khudzī yang menjelaskan pedagang yang jujur dan terpercaya dalam melakukan aktivitas ekonomi sehingga tidak melalukan penipuan kepada pembeli atapun orang lain. Pedagang yang jujur disamping akan mendapatkan laba dan kehidupan yang berkah didunia, diakhirat kelak mereka akan bersama para nabi, orang-orang yang jujur dan orang-orang yang mati syahid, sebagaiman sabda nabi berikut:
عَنْ اَبِى سَعِيْدِ الخُذْرِىْ رَضِى اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اَلتَاجِرُ اْلاَمِيْنُ الصَدُوْقُ مَعَ الَّببِيِّنَ والصِدِيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ (روه الترمذى) وَفِى رِوَيَةِ اَحْمَدَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :التَاجِرُ الصَدُوْقُ اْلاَمِيْنُ مَعَ النَبِيِيْنَ وَالصِدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ يَوْمَالقِيَامَةِ
DariAbū Sa’īd al-Khudzī r.a.katanya, Rasulullah SAW bersabda “ Pedagang yang terpercaya, jujur akan bersama dengan para Nabi, para shiddiqin dan syuhada” (HR. al-Tirmidzi. Dalam riwayat Ahmad Rasulullah bersabda, “Pedagang yang jujur lagi terpercaya akan bersama dengan para Nabi, para siddiqin, dan para syuhada’ pada hari kiamat” (HR. Ahmad)
Dalam hadist diatas terdapat nilai-nilai dasar ekonomi, yaitu kejujuran (al-shidq), transparansi san keterpercayaan (al-amanah), ketuhanan (at-tawhid, kenabian (al nubuwwah) serta pertanggung jawaban (ma’ad yaum al qiyamah)
Dalam sistem ekonomi islam, dapat diungkap empat nilai instrumental yang strategis dan sangat berpengaruh pada tinggah laku ekonomi manusia dan masyarakat serta pembangunan ekonomi umumny, yaitu: zakat, pelarangan riba, jaminan social, kerja sama ekonomi.[14]
Hadist tentang kerja sama ekonomi:
أَخْبَرَنَا عَمْرُوْ بْنُ زُرَارَةَ قَالَ أَنْبَأَنَا اِسْمَعِيْلُ قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ عَوْنٍ قَالَ كَانَ مُحَمَّدٌ يَقُوْلُ اْلأَرْضُ عِنْدِي مِثْلُ مَالِ الْمُضَارَّبَةِ فَمَا صَلُحَ فِي اْلأَرْضِ وَمَا لَمْ يَصْلُحْ فِي مَالِ الْمُضَارَّبَةِ لَمْ يَصْلُحْ فِي اْلأَرْضِ قَالَ وَكَانَ لاَ يَرَى بَأْسًا أَنْ يَدْفَعَ أَرْضَهُ إِلَى الأَكَّارِ عَلَى أَنْ يَعْمَلَ فِيْهَا بِنَفْسِهِ وَوَلَدِهِ وَأَعْوَانِهِ وَبَقَرِهِ وَلاَيُنْفِقَ شَيْئًا وَتَكُوْنَ النَّفَقَهُ كُلُّهَا مِنْ رَبِّ الأَرْضِ
Nabi bersabda: “bagiku bumi bagaikan harta mudhorabah, apa yang baik pada harta maka baik pula pada buminya, jika tidak baik maka tidak baik pula pada bumi tersebut.” Dari Nabi Muhammad bersabda “Tidak ada masalah memberikan buminya pada pengelola tanah untuk digarap sendiri bersama anak, teman, dan pembantu dan sapinya, dan tidak usah memberi sedekah, yang mengeluarkan sedekah ditanggung oleh pemilik tanah.
(matan infirot)
Nilai kerjasama islam harus dapat dicerminkan dalam semua tingkat kegiatan ekonomi. Bentuk kerja sama adalah qirat, yaitu kerjasama antara pemilik modal dengan pemilik keahlian.Qirat dikenal dengan participation loan,tanpa beban bunga, modal tetapi atas dasar proft-lost-sharing. Karena itu, pemilik modal bukan sebagai peminjam tetapi merupakan partner.[15]
Studi Kasus:
Kerja sama Indonesia dan Arab Saudi di bidang Ekonomi
Raja Salman (Raja Arab Saudi) mengunjungi Indonesia pada bulan Maret 2017. Kunjungan tersebut menghasilkan 11 kesepakatan kerja sama antar dua Negara, yang 4 diantaranya merupakan kebijakan di bidang ekonomi.
Berikut empat kerja sama antara Indonesia dan Arab Saudi
1.Program kerja sama antara kementrian koperasi dan usaha kecil dan menengah Republik Indonesia dan otoritas usaha kecil dan menengah kerajaan arab Saudi mengenai pengembangan usaha kecil dan menengah,
2.Nota kesepahaman antara pemerintah Republik Indonesia dan pemerintah kerajaan Arab Saudi dibidang kerja sama kelautan dan perikanan,
3.Program kerja sama dibidang perdaganganantara kementrian perdagangan republic Indonesia dan kementrian perdagangan dan invertasi kerajaan Arab Saudi
4.Nota kesepahaman mengenai kontribudi pendanaan Saudi terhadap pembiyayan proyek pembangunan antara Saudi Fund for Development dengan Pemerintah Republik Indonesia.[16]


[1]Idri, Hadis Ekonomi (Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi), (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), hal 1
[2]Ibid.
[3]Ibid.
[4]Veithzal Rivai dan Andi Buchari, Mengislamkan Ekonomi Masyarakat & Memasyarakatkan Ekonomi Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hal. 12.
[5]Ibid.
[6]Idri, Hadis Ekonomi (Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi), hal. 3
[7] Rozalinda, Ekonomi Islam: teori dan aplikasinya pada aktivitas ekonomi, hal. 10.
[8] Ibid., hal. 3.
[9] Heri sudarsono, Konsep Ekonomi Islam: Suatu Pengantar (Condong Catur: Ekonisia, 2004) hal. 11.
[10]Idri, Hadis Ekonomi (Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi)hal. 4.
[11] Ibid.
[12] Ibid,. hal. 6.
[13]Ilfi Nur, Hadis-Hadis Ekonomi (Malang, UIN Maliki Press, 2008)
[14]Ilfi Nur, Hadis-Hadis Ekonomihal. 19
[15]Ilfi Nur, Hadis-Hadis Ekonomihal. 23.